PATRIOTPENCERAH – Pemerintah saat ini tengah menggagas sebuah proyek besar penulisan ulang sejarah Indonesia yang melibatkan seratus sejarawan. Proyek ini sejatinya dapat menjadi langkah maju dalam merapikan dan meluruskan catatan sejarah bangsa. Namun, publik perlu waspada agar proyek ini tidak berubah arah menjadi alat politis untuk menghapus jejak kelam masa lalu, khususnya yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Pernyataan terbaru dari pejabat Kementerian Kebudayaan, Fadli Zon, yang menyebutkan bahwa tidak terjadi pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998, merupakan sinyal bahaya bagi objektivitas proyek sejarah ini. Pernyataan tersebut secara nyata bertolak belakang dengan berbagai temuan lapangan, pengakuan korban, serta laporan lembaga-lembaga independen nasional dan internasional. Ini menunjukkan kurangnya profesionalisme dalam mendalami persoalan sejarah yang sensitif dan sarat luka.
Jangan sampai proyek penulisan ulang sejarah ini dijadikan alat untuk membersihkan catatan kelam para pelaku kejahatan HAM yang kini berada di tampuk kekuasaan. Sejarah bukanlah ruang pencitraan. Sejarah adalah cermin bangsa, dan cermin itu harus jernih, meski menampilkan luka yang menyakitkan.
Selain melibatkan sejarawan, penting untuk mengikutsertakan komunitas-komunitas independen yang selama ini konsisten melakukan kajian sejarah secara kritis dan objektif. Komunitas Bambu, misalnya, dikenal luas sebagai kelompok yang giat membedah sejarah-sejarah ambigu dan berusaha merasionalisasi catatan sejarah berdasarkan literatur yang sahih. Melibatkan para pemangku kepentingan yang benar-benar kompeten dan tidak memiliki konflik kepentingan adalah langkah krusial agar sejarah yang ditulis benar-benar mencerminkan kebenaran, bukan hanya demi nama baik golongan atau individu tertentu.
Masyarakat Indonesia berhak atas sejarah yang utuh, bukan sejarah hasil sensor politik. Kita tidak bisa membangun masa depan yang adil dan bermartabat jika masih ada upaya untuk mengubur kebenaran demi kenyamanan elite. Biarlah sejarah menjadi saksi, bukan korban dari kekuasaan.