PATROTPENCERAH – Islam adalah agama yang fleksibel dan cakupannya pun sangat luas, sangat tidak bisa kalau hanya dilihat dari satu sudut pandang saja. Yang mana dalam Islam sendiri tidak ada pemaksaan ataupun keterpaksaan bagi umatnya.
Bahkan Islam sangat menghargai seni dan kebudayaan. Sesuai dengan sistem penyebaran Islam zaman dahulu, seni dan kebudayaan dianggap cara yang paling efektif dalam berdakwah. Melalui sistem tersebut masyarakat lebih mudah memahami nilai-nilai Islam melalui seni tanpa adanya kekerasan.
Melansir dari postingan Instagram tabligh_muhammadiyah Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat dengan tegas mengatakan, bahwa islam tidak menolak karya seni, tapi mengklasifikasikan produk seninya.
Hal itu disampaikan oleh mubalig Muhammadiyah yang akrab disapa dengan UAH dalam pengajian Ramadhan 1445 H pada Selasa (19/3) di Auditorium KH. Azhar Basyir Universitas Muhammadiyah jakarta (UMJ).
Meski tidak anti seni, Islam memiliki rambu-rambu yang diperbolehkan meliputi pengkarya memiliki keimanan, pembuktian iman itu dengan karya seni yang mengandung amal salih.
Rambu selanjutnya adalah sebuah karya seni yang membawa penikmatnya selalu ingat dengan Allah SWT, produk seni digunakan sebagai wasilah untuk menyampaikan risalah islam dan membela kemulian islam.
Jika ke semua rambu tersebut, maka dapat dijadikan pemberat timbangan pemberat amal salih bagi pengkaryanya. Rambu-rambu tersebut merujuk pada Al-Qur’an surat Asy-Syu’ara ayat 227.
“Ayat ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa islam itu tidak anti dengan seni. Islam tidak anti dengan seni, karena seni produk budaya dan budaya itu sesuatu yang melekat pada karakter manusia,” ucapnya.
Terkait dengan budaya, tugas islam adalah merespon ketika sebuah karakter memutuskan budaya dan marak terjadi di lingkungan masyarakat. Sesuai dengan Asy-Syu’ara ayat 227, seni tidak dilarang tapi produknya diklasifikasikan.
“Musik di zaman itu sudah ada, dan notasinya tidak ditolak, tapi yang ditolak adalah produk apa yang hasilkan dari notasi ini positif atau negatif,” katanya
Karya seni musik yang negatifpun tidak kemudian ditolak sepenuhnya, melainkan diperbaiki dan diarahkan ke arah yang lebih positif. Maka yang menjadi tantangan Muhammadiyah adalah bagaimana meletakkan dakwah kultural dalam konteks ini.***