Oleh : Ridwan Marwansyah, S.Hum
PATRIOTPENCERAH – Pada dasarnya manusia di era ini merupakan makhluk hidup yang dapat menggerakan roda kehidupan demi memenuhi kebutuhan lahiriyah dan batiniyah, juga idealnya manusia memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
Manusia dari zaman ke zaman mampu berpikir kritis, kritis disini merupakan sebuah keterampilan cara berpikir yang terarah, dan mampu di cerna oleh akal sehat. Tentu saja tiada lain dan tiada bukan hakikat berpikir manusia yang tidak lepas dari pemberian dari Allah SWT, sehingga manusia dapat membedakan pikiran yang salah dan yang benar namun, pemikiran kritis tidak semua orang memilikinya. Bepikir kritis erat kaitannya dengan pola pikir rasional dan sensorik, pada saat informasi diterima otak, maka dia akan melakukan uji coba atas kebenaran informasi tersebut, caranya dengan mengamati, menghayati, berpikir ulang, mengkaji dan merefleksikan diri yang kemudian diseleksi untuk menghasilkan kesimpulan yang baik dan benar. Contoh berfikir kritis sangat banyak, pemikiran kritis biasanya dipergunakan dalam bidang sosial, Agama, sains dan bahkan hampir semua ilmu pengetahuan dapat menggunakan pola pikir yang kritis.
Dalam pandangan Islam berpikir kritis merupakan suatu keharusan, yang dimana hal tersebut menjadi suatu perintah Allah untuk berfikir seperti yang ada pada Al- Qur’an Surat An-Nahl ayat 43 :
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Dari salahsatu ayat Al-Qur’an diatas kita dapat mengetahui bahwa Allah memerintahkan setiap manusia untuk berfikir dan bertanya tentang apapun itu yang kita tidak ketahui, artinya berfikir kritis merupakan bagian dari pedoman hidup yang sudah Allah perintahkan kepada setiap hambanya untuk menjalankan kehidupan di muka bumi ini dengan pengetahuan.
Critical Thinking Mahasiswa (Kaum Muda)
Kaum muda tentunya merupakan episentrum gagasan pembaharuan pemikiran di setiap masa ke masanya, dan hal tersebut merupakan hal yang seharusnya terjadi ketika suatu peradaban ingin maju untuk menyesuaikan dengan zaman. Relevansi pemikiran sangat penting akan maju mundurnya peradaban tersebut. Critical thinking sudah menjadi tradisi intelektual bagi kaum muda yang menginginkan perubahan dari segala aspek kehidupan yang menurut mereka harus di perbaharui, apalagi di era revolusi industri 4.0 yang merupakan fenomena kolaborasi teknologi siber dan teknologi otomatisasi bahkan, sudah menjadi seharusnya kita berfikir pada kemajuan sampai era society 5.0 yang merupakan konsep ilmu pengetahuan berbasis teknologi modern seperti robot untuk memenuhi kebutuhan dan mempermudah kehidupan umat manusia, di zaman ini kultur kita beralih ke dunia digital yang terkadang hal tersebut membuat kita lupa akan identitas diri karena kecanduan memanfaatkan teknologi, nah disinilah pemikiran kritis di perlukan agar manusia dapat menentukan tujuan, selain robot atau media digital manusia juga dapat berubah karena terbawa arus masyarakat.
Seringkali kita terlena dengan hal yang sifatnya viral di media sosial karena ketakutan kita terhadap ketertinggalan hal yang update di setiap waktunya, pada akhirnya kita seperti tidak menikmati hidup karena, terpapar gengsi sosial dan Fear Of Missing Out (FOMO). Namun ketika kita berbicara tentang tantangan di zaman ini, banyak juga hambatan kaum muda untuk menerapkan gagasan dari hasil pemikiran yang kritis, hal tersebut banyak di rasakan oleh kalangan kaum muda di berbagai daerah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia dengan alih-alih kesopansantunan dari kaum tua yang membuat critical thinking tersebut terkebiri oleh hal yang seperti demikian, padahal kesetaraan gagasan tidak di lihat dari siapa yang berbicara namun, di lihat pada teks atau konteks yang di bicarakan, Manusia merupakan makhluk kompleks, agar mampu berpikir kritis kita harus memiliki kesadaran terhadap tujuan berpikir tersebut dan sebaliknya, orang yang mendengengarkan atau menerima pemikiran yang kritis juga harus memiliki kesadaran dari tujuan berpikir.
Degradasi Critical Thinking Kaum Muda dan Dampak Pemikiran Tua
Cara berpikir juga bisa kita lihat dari dengan usia, karena dengan usia kita dapat melihat seberapa relevankah pemikiran tersebut terhadap zaman, namun tidak semua konsep berpikir, gagasan, aktualisasi gerakan dapat kita ukur dari hal tersebut contohnya dalam pemikiran ber Agama, karena banyak yang berasumsi bahwa modernitas merupakan produk peradaban yang profane yang bukan ranah agama, tapi ilmu pengetahuan yang dimotori oleh pemikiran Barat, maka agama tidak di tuntut untuk di ranah yang sama dengan modernitas itu sendiri dan lebih di tuntut untuk mengisi celah yang kosong, jangan-jangan memang beginilah pandangan mayoritas umat Islam Indonesia tentang posisi agama dalam kehidupan manusia dan menjadikan agama ada pada posisi dalam ranah yang sakral (tidak sembarang orang bisa mempunyai akses terhadap Tuhan). Hal tersebut tentunya merupakan merupakan kekeliruan karena, konsep ber Agama yang dapat kita lihat secara luas. Menurut Quraish Shihab, pengertian tentang hukum Islam rupanya mengikuti perkembangan zaman yang ada, salah satunya menaati aturan lalu lintas, secara garis besar hukum Islam ini, dari zaman ke zaman sering berubah, seiring dengan kemajuan dari peradaban tersebut, termasuk aturan lalu lintas. Banyak orang yang menafsirkan hukum Islam itu begitu kaku namun, seiring perkembangan zaman hukum tersebut bisa berubah. Begitu juga dengan pandangan Buya Hamka terhadap Islam yang mengikuti perkembangan zaman yang melahirkan pemikiran lewat buku yang berjudul “Tasawuf Modern” tasawuf yang mengikuti peredaran zaman dan selaras dengan tuntutan Al-Qur’an dan Sunnah, sama juga seperti adat Buya Hamka memandang tasawuf sebagai satu aspek kehidupan kaum Muslimin yang bersifat dinamik dan membangun, konsep ini telah mepengaruhi banyak anak muda dan pemikir di zaman Buya Hamka dan setelahnya.
Pemikiran kritis seringkali di tepis oleh narasi kesopansantunan oleh kalangan tua, hal tersebutlah yang menjadi awal mula degradasi critical thinking pada zaman ini, yang berdampak pada kebiasaan berpikir kaum muda cenderung ada rasa cemas dalam mengemukakan pendapat, di tambah bumbu tambahan terhadap narasi kesopansantunan diantaranya kuwalat, pamali, dan lain sebagainya. Terkadang kaum tua menganggap mengajukan pertanyaan di forum pembelajaran itu suatu yang tidak perlu, karena mereka menganggap hal yang di sampaikan oleh guru sudah tentu benar dan sifatnya mutlak, dan itu sangat besar pengaruhnya terhadap ke kritisan kaum muda pada akhirnya.
Disisi lain mari kita tengok tentang kedudukan sopan santun yang harus mahasiswa (kaum muda) jaga. Sopan santun adalah nilai keberadaban sebuah komunitas, semakin tinggi nilai kesopanan dan kesantunan seseorang maka semakin beradab pula orang tersebut, sifat ini memiliki tujuan dan konsep dasar yang sama untuk membentuk hubungan dan pergaulan yang baik antar sesama. Dengan pengertian lain sopan santun adalah cara yang kita terapkan dalam kehidupan dan social untuk mencerminkan kondisi diri kita, semakin kita memegang konsep sopan santun dalam kehidupan kita,maka orang lain semakin tahu bagaimana kualitas diri kita. Dalam hal ini tentu saja berhubungan dengan hal hormat menghormati yang pada akhirnya kekritisan dalam berpikir terdegradasi. Pada akhirnya tentu ada dampak yang serius bagi critical thinking kaum muda atas pemikiran kaum tua yang menganggap kritis sama dengan ketidaksopansantunan.
Jadi bagaimana untuk menjadi kaum muda yang tetap kritis namun tetap menjaga kesopananya? tentu saja, itu semua Memang menjadi hak orang yang dikritik sepenuhnya apakah akan menerima kritik dan saran itu atau tidak. Tetapi semestinya ketika kritikan itu adalah sebuah kebenaran, layaknya diterima dengan lapang dada, tidak akan menjadi persoalan. Dan poin penting lainnya yaitu kita sebagai mahasiswa (kaum muda) yang bebas mengkritik jangan pernah pula melupakan dengan siapa dan apa yang kita bicarakan saat mengkritik. Tulisan ini menjadi ototkritik dan harapan bagi kaum muda terhadap kaum tua agar lebih melihat apa yang di bicarakan ketimbang siapa yang berbicara, seperti quotes Ali Bin Abi Tholib “Undzur ma qoola wala tandzur man qoola yang artinya lihatlah apa yang disampaikan, dan jangan melihat siapa yang menyampaikan. Pepatah ini mengajarkan kepada kita agar melihat dan memperhatikan apa yang dikatakan atau disampaikan, bukan melihat siapa yang mengatakan atau menyampaikannya. Wallahualam bish-shawab***