Kesetiaan dan poligami sering kali menjadi subjek perdebatan yang kompleks dalam konteks agama dan budaya. Kedua konsep ini, meskipun sering dianggap bertentangan, dapat ditemukan dalam berbagai praktik pernikahan di seluruh dunia.
Kesetiaan sering didefinisikan sebagai komitmen eksklusif terhadap satu pasangan, tanpa hubungan romantis atau seksual dengan orang lain. Poligami di sisi lain dapat mengacu pada praktik di mana seseorang memiliki lebih dari satu pasangan secara sah dan diakui. Lalu bagaimana pandangan agama-agama dan norma-norma budaya memengaruhi sebuah pemahaman tentang kesetiaan dan poligami?
Perspektif dalam Agama
• Islam
Dalam Islam, poligami diizinkan dengan syarat suami harus adil terhadap semua istrinya (QS An-Nisa: 03). Kesetiaan dalam konteks ini diartikan sebagai keadilan dan komitmen untuk memenuhi hak-hak semua istri dengan setara, mencerminkan nilai-nilai sosial dan hukum dalam Islam.
• Kristen
Kristen cenderung mendukung monogami sebagai norma, dengan kesetiaan didefinisikan sebagai komitmen eksklusif antara satu pria dan satu wanita (Kejadian 2:24). Poligami sering dilihat sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini, karena dapat mengganggu eksklusivitas dan keintiman dalam hubungan pernikahan.
• Hindu
Meskipun sejarah Hindu mencatat adanya poligami di kalangan penguasa, dalam praktiknya, kebanyakan penganut Hindu mengikuti monogami. Kesetiaan dipahami sebagai dasar dari hubungan yang harmonis antara suami dan istri.
• Buddha
Ajaran Buddha tidak memberikan aturan khusus mengenai poligami. Kesetiaan dalam ajaran Buddha lebih menekankan pada non-kekerasan dan penghormatan terhadap semua pihak yang terlibat dalam hubungan.
• Konghucu
Dalam ajaran Konghucu, pernikahan monogami dianjurkan sebagai prinsip kebajikan, dengan kesetiaan dianggap sebagai tanggung jawab penting dalam membangun harmoni dalam keluarga.
Perspektif dalam Budaya
Norma-norma budaya juga memengaruhi pandangan tentang kesetiaan dan poligami:
• Budaya Barat
Di banyak masyarakat Barat, monogami dianggap sebagai norma sosial yang dominan, sedangkan poligami sering dianggap sebagai bentuk ketidaksetiaan atau kegagalan dalam komitmen eksklusif dalam pernikahan.
• Budaya Asia
Di beberapa bagian Asia, seperti di Timur Tengah dan Indonesia, poligami dapat diterima secara sosial dan hukum, meskipun tidak semua individu atau keluarga mempraktikkannya.
• Budaya Afrika
Beberapa budaya di Afrika juga memiliki tradisi poligami yang diatur oleh norma budaya yang kuat, dengan kesetiaan diartikan sebagai penghormatan terhadap struktur sosial yang ada.
Paradoks Kesetiaan dalam Poligami
Kesetiaan dalam konteks poligami sering kali dipertanyakan, karena kontradiksi yang muncul antara komitmen eksklusif terhadap satu pasangan dan adanya lebih dari satu istri atau suami. Bagi mereka yang mempraktikkannya, kesetiaan sering dilihat sebagai kewajiban etika untuk memperlakukan semua pasangan dengan adil dan penuh kasih.
Pandangan tentang kesetiaan dan poligami sangat dipengaruhi oleh agama dan budaya masing-masing. Apakah kesetiaan dan poligami benar-benar bertentangan tergantung pada definisi kesetiaan yang dianut dan nilai-nilai yang dipegang oleh individu atau masyarakat tertentu. Penting untuk memahami perbedaan ini sambil tetap mengedepankan adanya prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, dan penghormatan terhadap semua pihak yang terlibat dalam hubungan pernikahan.
Penulis Zahra Zayyina Hanifah (Mahasiswi Prodi Studi Agama-agama Universitas Muhammadiyah Surabaya
Editor Septi Sartika