PATRIOTPENCERAH – RUU Penyiaran merupakan Rancangan undang undang yang rencananya akan merevisi Undang Undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran, dimana secara urgensi, tidak ada alasan yang cukup urgen dalam pembahasan RUU ini, tidak adanya partisipasi terbuka dalam pembahasannya di BALEG (Badan legislasi) dan isinya yang polemik tentu menjadi ancaman dalam keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Pers merupakan Pilar ke empat demokrasi yang secara langsung melibatkan masyarakat dalam upaya merawat kebebasan berpendapat dan bersuara.
Pers menjadi arus utama episentrum perubahan saat 3 pilar demokrasi lain (Eksekutif, legislatif, dan yudikatif) gagal dalam menjalankan peran dan fungsinya.
Dalam RUU penyiaran ini hal yang paling disorot dan berpotensi menjadi masalah adalah pasal terkait Standar Isi Siaran (SIS) yang memuat Batasan, latrangan dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran juga kewenangan KPI.
Terkhusus pada pasal 50B ayat (2) huruf C yang melarang Lembaga Pers dalam penayangan ekslusif Jurnalistik Investigasi, ini secara gamblang akan membuka celah besar bagi para penjahat korupsi atau bentuk kejahatan lain untuk luput dari pantauan masyarakat; Moralitas dan demokrasi dalam bermasyarakat jelas dikebiri. Selain itu, otoritas KPI yang diperkuat dalam RUU ini juga mengindikasikan akan adanya kontrol penuh bagi pemerintah untuk mengatur terhadap apa yang layak dan apa yang tidak layak disiarkan, dan ini jelas mengancam stabilitas demokrasi, dimana seharusnya kewenangan tertinggi itu ada di tangan rakyat.
Kekuatan netizen yang akhir-akhir ini digadang-gadang menjadi kekuatan massa yang amat ditakuti karena superioritasnya dalam mengamplifikasi moral rakyat juga terancam.
Padahal jika ditinjau ke belakang, banyak dari kasus yang terkuak karena dorongan massif dari netizen kendati tidak sedikit pula yang akhirnya menjadi mispersepsi dan objek penunggangan.
Namun apa yang terjadi saat ini adalah penunggangan secara terang-terangan, bahwa media dilemahkan fungsinya dan posisinya di tengah masyarakat oleh RUU ini.
Bagi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), menjaga stabilitas dan keutuhan demokrasi merupakan sebuah sikap tegas keberpihakan kepada rakyat, senada dengan bunyi penegasan IMM yang ke enam yang berbunyi “Menegaskan bahwa Amal IMM adalah Lillahi Ta’ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat” maka pelemahan demokrasi dengan cara apapun haruslah dilawan.
Keberpihakan IMM ini juga merupakan bentuk kepedulian terhadap masa depan khalayak pers kita yang bisa menjadi episentrum besar bagi perubahan dan transformasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terlebih lagi IMM memandang bahwa media seharusnya menjadi medium Voicing the Voiceless yang membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah, Liyuhiqol Haqqo Wa Yubhtilal Baathil, agar tercipta masyarakat yang adil, trasparan, terdengar semuanya, terakomodir seluruhnya.
Melalui Statement ini DPD IMM Jawa barat ingin menunjukan sikap yang jelas untuk menolak RUU Penyiaran yang merevisi Undang Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, dan mengajak semua pihak untuk menyuarakan penolakannya.***